Saat Cinta mengalah

Pada pertengkaran didasar hati itu, cinta selalu mengalah dan membiarkan pikiran menguasainya. Dia menjadi sangat banyak menimbang-nimbang dan ragu. Dia menjadi sangat sulit memulai  karena kegundahan yang ditimbulkan oleh pikiran.  Disaat ini memang cinta harus mengalah, menjadi penurut yang tak kenal sifat membangkang. Cinta terpekur diam didasar hati dan tak ada yang dinanti.
Hatinya kecewa, bahwa dia tak punya harapan untuk merangkul cinta yang terdalam yang pernah dia miliki. Gagal memiliki adalah kegagalan yang tak pernah bisa dilupakan. Kegagalan yang tak pernah bisa dianggap enteng. Karena, cinta mestilah memiliki. Seperti Qais, yang selalu berharap memiliki Laila. Atau Romeo yang selalu mengharap Juliet atau Fernando yang selalu bersama Issabella. Seperti langit dengan mataharinya. Bagaimana akan dipisahkan?
Kegagalan memiliki adalah kegagalan cinta itu sendiri. Karena cinta dalam kesendiriannya tak akan mendapatkan kesempurnaan. Hanya kesemuan yang tak berujung. Kesepian yang menyakitkan. Dan kerinduan yang tak bertuan. Akan sirna bersama waktu. Atau menyirnakan tubuh cinta itu.
Maka, bohonglah kalau cinta tak mesti memiliki. Apapun ceritanya, atas nama kesempurnaan cinta itu sendiri, dia harus memiliki. Akankah dunia terang benderang tanpa matahari dilangit sana? Tentu tidak!
Pada intinya, hati tak akan tenang bila tak bersama kekasihnya. Bilalah dia harus hidup bersama orang lain yang tak dicintainya. Kehidupannya akan kering,  kehidupannya tak akan mengenal aroma mewangian yang hidup. Semua terasa kaku dan tak berguna. Tak ada mawar. Tak ada jasmine. Tak ada bunga-bunga yang indah. Yang ada hanyalah karang besar yang kering. Yang terlihat adalah padang pasir dengan kaktus yang jelek.
Walaupun hidup terus berjalan, mengikuti perputaran matahari yang tak pernah alpa, namun sebenarnya kematian sudah lama menemani. Sejak cinta itu terkekang. Saat semua asa tak punya jalan yang cerah. Saat pecinta tak dapat membuat harapan-harapan lagi. Bahkan, untuk sekedar  mimpi saja sudah haram.
Tembok cinta itu sangatlah besar. Seperti raksasa yang menghadang. Atau gunung batu yang tak mungkin didaki. Bila kau terperangkap didalamnya, kau akan disana selama mungkin, selama nafas masih hangat, kau akan senang berada disitu. Kau akan berdiam diri. Karena cinta memang gila. Karena cinta tak bisa dipikirkan. Karena cinta bukan kata-kata. Tapi, tindakan tindakan sepontan yang penuh kasih sayang.
Dia adalah sentuhan-sentuhan lembut pada hati dan jiwa. Dia adalah roh yang kasat mata. Dia hanya bisa dirasakan. Bukan dikatakan.
Cinta terkadang membingungkan. Karena dia memaksa untuk memiliki.
Central Java,Kamis, 23 Agustus 2012 pkl.4:14 AM

0 komentar

Pria Lebih Menderita Karena Putus Cinta

Hubungan cinta tidak selamanya berjalan mulus. Ada yang sukses hingga ke jenjang pernikahan dan kemudian membuahkan anak. Namun lebih banyak hubungan cinta yang berakhir prematur dengan kedua pihak kembali menjalankan kehidupan lajangnya masing-masing. Ada yang berakhir baik-baik dengan keduanya saling mengucapkan terima kasih dan masih menjadi teman dekat. Ada pula yang berakhir tidak baik dengan keduanya saling mengucapkan sumpah serapah dan berurai air mata. Bagaimanapun juga, hubungan cinta yang kandas pasti sedikit banyak menimbulkan penderitaan bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Pihak mana sebenarnya yang paling menderita akibat putus cinta?
Prialah yang sebenarnya paling menderita, menurut David Zinczenko, kolumnis majalah Men’s Health. Ia menolak anggapan umum bahwa pria lebih tegar daripada wanita dalam menghadapi putusnya hubungan percintaan. Apa saja alasannya?

Pria Menyembunyikan Perasaannya. Ketika seorang pria diputuskan oleh pasangannya, biasanya ia akan sesumbar: Biar saja, life still goes on. Caranya? 26% pria yang mengisi survei online Men’s Health melakukannya dengan minum-minum bersama teman-temannya. 36% pria akan menatap mantan pacarnya, tersenyum, dan mengucapkan terimakasih. Faktanya, kedua hal tersebut dilakukan pria untuk menutup-nutupi perasaannya. Ini adalah reaksi yang alamiah; gender pria dikondisikan masyarakat untuk tidak gampang menunjukkan perasaan, apalagi perasaan yang membuatnya terlihat lebih lemah. Namun represi ini juga berakibat sulitnya menghilangkan perasaan terluka, marah, atau sedih dari dirinya. Sebaliknya, wanita yang putus cinta biasanya langsung menangis (atau mengekspresikan emosinya) saat itu juga, dan wanita juga cenderung lebih to-the-point ketika mengakhiri hubungan cinta. Akhirnya mereka akan lebih cepat menghilangkan perasaan-perasaan negatif itu dibandingkan pria.
Pria Punya Lebih Sedikit Teman Curhat. Salah satu alasan mengapa wanita lebih cepat pulih dari penderitaan pasca putus cinta daripada pria adalah karena wanita memiliki lebih banyak teman yang bisa diandalkan untuk bercerita. Penelitian menunjukkan bahwa pria mengandalkan hubungan cinta untuk mendapatkan kedekatan emosional dan dukungan sosial, sementara wanita bisa mendapatkan hal yang sama dengan keluarga dan teman sesama wanita. Begitu wanita mengalami putus cinta, ia akan bercerita kepada siapa saja, kalau perlu kepada orang yang tidak dikenal yang duduk di sebelahnya di bis umum, agar perasaannya bisa lebih enak. Pria, di sisi lain, cenderung lebih enggan membuka diri untuk soal ini. Mungkin baru beberapa bulan kemudian, ketika dalam keadaan setengah teler, baru ia berani bercerita kepada teman-teman prianya mengenai betapa inginnya ia kembali lagi dengan si mantan.
Pria Tidak Suka Memulai Dari Awal Lagi. Setelah putus cinta, pada awalnya pria mungkin akan merasa semangat membayangkan wanita-wanita yang akan ia kencani di masa depan. Namun setelah kencan yang keempat, kesembilan, atau ketigabelas kalinya, barulah ia sadar kalau dibutuhkan usaha keras dan waktu yang panjang untuk sampai pada tingkat keintiman yang pernah ia alami bersama mantannya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih mampu menyesuaikan diri ketika hubungan berakhir karena sebelumnya mereka sudah memikirkan adanya kemungkinan itu, sementara pria biasanya lebih tidak siap dengan putus cinta. Perasaan nyaman secara emosional membuat pria merasa beruntung bisa memiliki seseorang seperti dia. Sayangnya, hal ini seringkali baru disadari ketika si dia sudah berubah status menjadi mantan pacar.
Gambaran Pacaran Pria Yang (Terlalu) Ideal. Banyak kasus putus cinta merupakan reaksi sesaat atas apa yang dirasa sebagai kebosanan; bosan dengan aktivitas, pembicaraan, dan pertengkaran yang itu-itu saja. Kalau kembali melajang, pria mungkin merasa ia akan menjalani hidup yang lebih menarik; tanpa komitmen, bebas pergi ke mana saja, dan bebas bergaul dengan wanita-wanita yang bisa dijadikan pacar baru. Barulah ketika benar-benar melajang ia sadar bahwa hidupnya tidak menjadi seperti itu, bahkan sekarang waktunya tersita oleh pekerjaan. Ia pun kembali merindukan keintiman yang dia alami pada masa pacaran dulu. Penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih tinggi skornya daripada pria dalam hal keintiman sosial, seksual, dan intelektual. Dan biasanya wanita juga lebih cepat menyadari bahwa keintiman adalah dasar dari hubungan yang tahan lama, dan bukannya sekedar variasi aktivitas.
Menurut Zinczenko pula, beberapa penelitian menunjukkan bahwa pria lebih rentan mengalami stres, depresi, dan kecemasan ketika putus cinta dibandingkan dengan wanita. Itu menurut dia. Bagaimana pendapat anda? Apakah anda memiliki pengalaman yang membenarkan atau menyangkal pendapat ini?

0 komentar
 
Kisah Cinta Berakhir Di sini © 2012 | Designed by Canvas Art, in collaboration with Business Listings , Radio stations and Corporate Office Headquarters